Minggu, 15 November 2015

makalah tasawuf akhlaki dan tasawuf falsafi oleh erwin suprianto



Makalah Refisi          
TASAWUF AKHLAQI DAN TASAWUF FALSAFI

                                         
Di Ajukan untuk Memenuhi tugas Individu pada Mata Kuliah
                                 Metodologi Studi Islam

                                                         DI SUSUN
O
L
E
H
                                              ERWIN SUPRIYANTO

                                                                           
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SULTAN AMAI GORONTALO 2015
                                                             BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Secara keilmuan, “tasawuf adalah disiplin ilmu yang baru dalam syari’at Islam, demikian menurut Ibnu Khaldun Adapaun asal-usul tasawuf menurutnya adalah konsentrasi ibadah kepada Allah, meninggalkan kemewahan dan keindahan dunia dan menjauhkan diri dari akhluk.
“Islam, iman dan ihsan adalah landasan untuk melakukan suluk dan taqqarub kepada Allah. ‘Iz bin Abdissalam berpendapat bahwa sistematika keberagamaan bagi kaum muslimin, yang pertama adalah Islam”. Islam merupakan tingkat pertama beragama bagi kaum awam. Iman adalah tingkatan pertama bagi hati orang khusus kaum mukminin, sedangkan ihsan adalah tingkatan pertama bagi ruh kaum
Hakekat tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Disini terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan bukan manusia saja yang bersatu dengan Tuhan. Kalau ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, maka hadis terakhir ini mengandung konsep wahdat al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.
Demikianlah ayat-ayat Alquran dan Hadits Nabi menggambarkan betapa dekatnya Tuhan kepada manusia dan juga kepada makhluk-Nya yang lain. Gambaran serupa ini tidak memerlukan pengaruh dari luar agar seorang muslim dapat merasakan kedekatan Tuhan itu. Dengan khusuk dan banyak beribadah ia akan merasakan kedekatan Tuhan, lalu melihat Tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya mengalami persatuan Ruhnya dengan Ruh Tuhan; dan inilah hakikat tasawuf.


                                                BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Tasawuf Akhlaqi
            Tasawuf akhlaki, jika ditinjau dari sudut bahasa merupakan bentuk frase atau dalam kaidah bahasa Arab dikenal dengan sebutan jumlah idhafah. Frase jumlah idhafah merupakan gabungan dari dua kata menjadi satu kesatuan makna yang utuh dan menentukan realitas yang khusus, yaitu kata ‘tasawuf’ dan ‘akhlak’.
Secara etimologis, tasawuf akhlaqi bermakna membersihkan tingkah laku atau saling membersihkan tingkah laku. Jika konteksnya adalah manusia, tingkah laku manusia menjadi sasarannya. Tasawuf akhlaqi ini bisa dipandang sebagai sebuah tatanan dasar untuk menjaga akhlak manusia, atau dalam bahasa sosialnya, yaitu moralitas masyarakat. Oleh karena itu, tasawuf akhlaqi merupakan kajian ilmu yang sangat memerlukan praktik untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai sebuah pengetahuan, tetapi harus terealisasi dalam rentang waktu kehidupan manusia.
1. “Tasawuf akhlaki
Tasafuf akhlaki adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ulama’ lama sufi.
2.      Tahalli
            Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan
3.      Tajalli
                        Tajali adalah untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh –yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.

B.     Pengertian Tasawuf Falsafi

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminology falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya. Menurut at-Taftazani, tasawuf falsafi muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak Islam sejak abad keenam hijriyah, meskipun atikohnya baru dikenal seabad kemudian. Ciri umum tasawuf falsafi menurut At-Taftazani adalah ajarannya yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat difahami oleh siapa saja yang memahami ajaran tasawuf jenis ini.
Tasawuf falsafi tidak hanya dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa(dzauq), tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf dalam pengertian yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme..
Menurut keterangan lain Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat atau yang bermakna mistik metafisis, karakter umum dari tasawuf ini sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Al-Taftazani bahwa tasawuf seperti ini: tidak dapat dikatagorikan sebagai tasawuf dalam arti sesungguhnya, karena teori-teorinya selalu dikemukakan dalam bahasa filsafat, juga tidak dapat dikatakan sebagai filsafat dalam artian yang sebenarnya karena teori-teorinya juga didasarkan pada rasa. Hamka menegaskan juga bahwa tasawuf jenis tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf dan begitu juga sebaliknya. Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ahli-ahli sufi sekaligus filosof.
Oleh karena itu, mereka gemar terhadap ide-ide spekulatif. Dari kegemaran berfilsafat itu, mereka mampu menampilkan argumen-argumen yang kaya dan luas tentang ide-ide ketuhanan.

C.    Prinsip-Prinsip Perbedaan Tasawuf Akhlaqi Dan Tasawuf Falsafi
1.      Prinsip-prinsip ajaran Tasawuf Falsafi adalah:
Ciri umum tasawuf falsafi menurut At-Taftazani adalah ajarannya yang samara-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat difahami oleh siapa aja yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak hanya dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa(dzauq), tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf dalam pengertian yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme. Para sufi yang juga filosof pendiri aliran tasawuf ini mengenal dengan baik filsafat Yunani serta berbagai alirannya seperti Socrates, Aristoteles, aliran Stoa, dan aliran Neo_Platonisme dengan filsafatnya tentang emanasi. Bahkan mereka pun cukup akrab dengan filsafat yang sering kali disebut hermenetisme yang karya-karyanya sering diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, dan filsafat-filsafat Timur kuno, baik dari Persia maupun dari India serta filsafat-filsafat Islam seperti yang diajarkan oleh Al-Farabi dan Ibn Sina.  Mereka pun dipengaruhi aliran Batiniyah sekte Ismailiyah aliran Syi’ah dan risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa.


2.      Prinsip-prinsip ajaran Tasawuf Akhlaqi adalah:
Tasawuf Sunni (akhlaki) yaitu tasawuf yang benar-benar mengikuti Al-qur’an dan Sunnah, terikat, bersumber, tidak keluar dari batasan-batasan keduanya, mengontrol prilaku, lintasan hati serta pengetahuan dengan neraca keduanya. Sebagaimana ungkapan Abu Qosim Junaidi al-Bagdadi: “Mazhab kami ini terikat dengan dasar-dasar Al-qur’an dan Sunnah”, perkataannya lagi: “Barang siapa yang tidak hafal (memahami) Al-qur’an dan tidak menulis (memahami) Hadits maka orang itu tidak bisa dijadikan qudwah dalam perkara (tarbiyah tasawuf) ini, karena ilmu kita ini terikat dengan Al-Qur’an dan Sunnah.”. Tasawuf ini diperankan oleh kaum sufi yang mu’tadil (moderat) dalam pendapat-pendatnya, mereka mengikat antara tasawuf mereka dan Al-qur’an serta Sunnah dengan bentuk yang jelas. Boleh dinilai bahwa mereka adalah orang-orang yang senantiasa menimbang tasawuf mereka dengan neraca Syari’ah. Tasawuf ini berawal dari zuhud, kemudian tasawuf dan berakhir pada akhlak. Mereka adalah sebagian sufi abad kedua, atau pertengahan abad kedua, dan setelahnya sampai abad keempat hijriyah. Dan personal seperti Hasan Al-Bashri, Imam Abu Hanifa, al-Junaidi al-Bagdadi, al-Qusyairi, as-Sarri as-Saqeti, al-Harowi, adalah merupakan tokoh-tokoh sufi utama abad ini yang berjalan sesuai dengan tasawuf sunni. Kemudian pada pertengahan abad kelima hijriyah imam Ghozali membentuknya ke dalam format atau konsep yang sempurna, kemudian diikuti oleh pembesar syekh Toriqoh. Akhirnya menjadi salah satu metode tarbiyah ruhiyah Ahli Sunnah wal jamaah. Dan tasawuf tersebut menjadi sebuah ilmu yang menimpali kaidah-kaidah praktis. Para sufi yang mengembangkan taswuf akhlaki antara lain : Hasan al-Basri (21 H – 110 H), al-Muhasibi (165 H – 243 H), al-Qusyairi (376 H – 465 H), Syaikh al-Islam Sultan al-Aulia Abdul Qadir al-Jilani (470 – 561 H), Hujjatul Islam Abu Hamid al-Gajali (450 H – 505 H), Ibnu Atoilah as-Sakanda]Ajaran tasawuf Akhlaqi menurut Hasan Al-Bashri:




BAB III

PENUTUP


A. Kesimpulan
           
             Dari segi linguistik tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana. Sikap yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak mulia yang mampu membentuk seseorang ke tingkat yang mulia. Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan Ruhnya dapat bersatu dengan Ruh Tuhan. Al-Ghazali mengatakan bahwa tasawuf itu adalah tuntunan yang dapat menyampaikan manusia mengenal dengan sebenar-benarnya kepada Allah Swt. Tasawuf diciptakan sebagai media untuk mencapai maqashid al-Syar’i (tujuan-tujuan syara’). Karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti salat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya, yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Selain itu, tasawuf juga mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut:
  1. Berupaya menyelamatkan diri dari akidah-akidah syirik dan batil
  2. Melepaskan diri (takhalli) dari penyakit-penyakit kalbu.
  3. Menghiasi diri (tahalli) dengan akhlak Islam yang mulia.
  4. Mencapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli)



DAFTAR PUSTAKA
http// www.google. Tasawuf falsafi dan akhlaki
M. Solihin & Rosihan anwar. 2008. Ilmu tasawuf. Bandung: pustaka setia
Ibrahim Hilal, at-Tashawwuf al-Islami
Anwar ,Rosihan.Solihin, Mukhtar. 2006.Ilmu Tasawuf.Bandung:CV PUSTAKA SETIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

gunakan bahasa yang sopan..

Makalah sosiologi komunikasi- paradigma keilmuan dan teori komunikasi

SOSIOLOGI KOMUNIKASI : PARADIGMA KEILMUAN DAN TEORI KOMUNIKASI DISUSUN OLEH : RAHMAT ABAS MOHAMAD RIFAI DJ RAUF ERWI...