Makalah
Refisi
TASAWUF AKHLAQI
DAN TASAWUF FALSAFI
Di Ajukan untuk Memenuhi
tugas Individu pada Mata Kuliah
Metodologi
Studi Islam
DI SUSUN
O
L
E
H
ERWIN
SUPRIYANTO
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN DAKWAH
JURUSAN
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI)
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SULTAN AMAI GORONTALO 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Secara
keilmuan, “tasawuf adalah disiplin ilmu yang baru dalam syari’at Islam,
demikian menurut Ibnu Khaldun Adapaun asal-usul tasawuf menurutnya adalah
konsentrasi ibadah kepada Allah, meninggalkan kemewahan dan keindahan dunia dan
menjauhkan diri dari akhluk.
“Islam, iman
dan ihsan adalah landasan untuk melakukan suluk dan taqqarub kepada Allah. ‘Iz
bin Abdissalam berpendapat bahwa sistematika keberagamaan bagi kaum muslimin,
yang pertama adalah Islam”. Islam merupakan tingkat pertama beragama bagi kaum awam.
Iman adalah tingkatan pertama bagi hati orang khusus kaum mukminin, sedangkan
ihsan adalah tingkatan pertama bagi ruh kaum
Hakekat
tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan memang
dekat sekali dengan manusia. Disini terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk
bersatu, dan bukan manusia saja yang bersatu dengan Tuhan. Kalau ayat-ayat
diatas mengandung arti ittihad, maka hadis terakhir ini mengandung konsep
wahdat al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.
Demikianlah
ayat-ayat Alquran dan Hadits Nabi menggambarkan betapa dekatnya Tuhan kepada
manusia dan juga kepada makhluk-Nya yang lain. Gambaran serupa ini tidak
memerlukan pengaruh dari luar agar seorang muslim dapat merasakan kedekatan
Tuhan itu. Dengan khusuk dan banyak beribadah ia akan merasakan kedekatan
Tuhan, lalu melihat Tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya mengalami persatuan
Ruhnya dengan Ruh Tuhan; dan inilah hakikat tasawuf.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf
akhlaki, jika ditinjau dari sudut bahasa merupakan bentuk frase atau dalam
kaidah bahasa Arab dikenal dengan sebutan jumlah idhafah. Frase jumlah
idhafah merupakan gabungan dari dua kata menjadi satu kesatuan makna yang
utuh dan menentukan realitas yang khusus, yaitu kata ‘tasawuf’ dan ‘akhlak’.
Secara
etimologis, tasawuf akhlaqi bermakna membersihkan tingkah laku atau saling
membersihkan tingkah laku. Jika konteksnya adalah manusia, tingkah laku manusia
menjadi sasarannya. Tasawuf akhlaqi ini bisa dipandang sebagai sebuah tatanan
dasar untuk menjaga akhlak manusia, atau dalam bahasa sosialnya, yaitu
moralitas masyarakat. Oleh karena itu, tasawuf akhlaqi merupakan kajian ilmu
yang sangat memerlukan praktik untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori
sebagai sebuah pengetahuan, tetapi harus terealisasi dalam rentang waktu
kehidupan manusia.
1. “Tasawuf
akhlaki
Tasafuf
akhlaki adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau
budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah
dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan
mewujudkan akhlaq mahmudah Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ulama’ lama
sufi.
2.
Tahalli
Tahalli
adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan
sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi
setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan
ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam).
Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti
sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti
keimanan, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan
3.
Tajalli
Tajali adalah untuk
pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka
rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli
bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan
organ-organ tubuh –yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan
sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka,
maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan
dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya
akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.
B. Pengertian
Tasawuf Falsafi
Tasawuf
falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan
visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi menggunakan
terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminology falsafi tersebut
berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para
tokohnya. Menurut at-Taftazani, tasawuf falsafi muncul dengan jelas dalam
khazanah islam sejak Islam sejak abad keenam hijriyah, meskipun atikohnya baru
dikenal seabad kemudian. Ciri umum tasawuf falsafi menurut At-Taftazani adalah
ajarannya yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat
difahami oleh siapa saja yang memahami ajaran tasawuf jenis ini.
Tasawuf
falsafi tidak hanya dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya
didasarkan pada rasa(dzauq), tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai
tasawuf dalam pengertian yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam
bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme..
Menurut
keterangan lain Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada gabungan
teori-teori tasawuf dan filsafat atau yang bermakna mistik metafisis, karakter
umum dari tasawuf ini sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Al-Taftazani
bahwa tasawuf seperti ini: tidak dapat dikatagorikan sebagai tasawuf dalam arti
sesungguhnya, karena teori-teorinya selalu dikemukakan dalam bahasa filsafat,
juga tidak dapat dikatakan sebagai filsafat dalam artian yang sebenarnya karena
teori-teorinya juga didasarkan pada rasa. Hamka menegaskan juga bahwa tasawuf
jenis tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf dan begitu juga sebaliknya.
Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ahli-ahli sufi sekaligus filosof.
Oleh karena
itu, mereka gemar terhadap ide-ide spekulatif. Dari kegemaran berfilsafat itu,
mereka mampu menampilkan argumen-argumen yang kaya dan luas tentang ide-ide
ketuhanan.
C.
Prinsip-Prinsip Perbedaan Tasawuf Akhlaqi Dan Tasawuf
Falsafi
1.
Prinsip-prinsip ajaran Tasawuf
Falsafi adalah:
Ciri umum
tasawuf falsafi menurut At-Taftazani adalah ajarannya yang samara-samar akibat
banyaknya istilah khusus yang hanya dapat difahami oleh siapa aja yang memahami
ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak hanya dipandang sebagai
filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa(dzauq), tetapi tidak
dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf dalam pengertian yang murni, karena
ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada
panteisme. Para sufi yang juga filosof pendiri aliran tasawuf ini mengenal
dengan baik filsafat Yunani serta berbagai alirannya seperti Socrates,
Aristoteles, aliran Stoa, dan aliran Neo_Platonisme dengan filsafatnya tentang
emanasi. Bahkan mereka pun cukup akrab dengan filsafat yang sering kali disebut
hermenetisme yang karya-karyanya sering diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, dan
filsafat-filsafat Timur kuno, baik dari Persia maupun dari India serta
filsafat-filsafat Islam seperti yang diajarkan oleh Al-Farabi dan Ibn
Sina. Mereka pun dipengaruhi aliran Batiniyah sekte Ismailiyah aliran
Syi’ah dan risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa.
2.
Prinsip-prinsip ajaran Tasawuf
Akhlaqi adalah:
Tasawuf
Sunni (akhlaki) yaitu tasawuf yang benar-benar mengikuti Al-qur’an dan Sunnah,
terikat, bersumber, tidak keluar dari batasan-batasan keduanya, mengontrol
prilaku, lintasan hati serta pengetahuan dengan neraca keduanya. Sebagaimana
ungkapan Abu Qosim Junaidi al-Bagdadi: “Mazhab kami ini terikat dengan
dasar-dasar Al-qur’an dan Sunnah”, perkataannya lagi: “Barang siapa yang tidak
hafal (memahami) Al-qur’an dan tidak menulis (memahami) Hadits maka orang itu
tidak bisa dijadikan qudwah dalam perkara (tarbiyah tasawuf) ini, karena ilmu
kita ini terikat dengan Al-Qur’an dan Sunnah.”. Tasawuf ini diperankan oleh
kaum sufi yang mu’tadil (moderat) dalam pendapat-pendatnya, mereka mengikat
antara tasawuf mereka dan Al-qur’an serta Sunnah dengan bentuk yang jelas.
Boleh dinilai bahwa mereka adalah orang-orang yang senantiasa menimbang tasawuf
mereka dengan neraca Syari’ah. Tasawuf ini berawal dari zuhud, kemudian tasawuf
dan berakhir pada akhlak. Mereka adalah sebagian sufi abad kedua, atau
pertengahan abad kedua, dan setelahnya sampai abad keempat hijriyah. Dan
personal seperti Hasan Al-Bashri, Imam Abu Hanifa, al-Junaidi al-Bagdadi,
al-Qusyairi, as-Sarri as-Saqeti, al-Harowi, adalah merupakan tokoh-tokoh sufi
utama abad ini yang berjalan sesuai dengan tasawuf sunni. Kemudian pada
pertengahan abad kelima hijriyah imam Ghozali membentuknya ke dalam format atau
konsep yang sempurna, kemudian diikuti oleh pembesar syekh Toriqoh. Akhirnya
menjadi salah satu metode tarbiyah ruhiyah Ahli Sunnah wal jamaah. Dan tasawuf
tersebut menjadi sebuah ilmu yang menimpali kaidah-kaidah praktis. Para sufi
yang mengembangkan taswuf akhlaki antara lain : Hasan al-Basri (21 H – 110 H),
al-Muhasibi (165 H – 243 H), al-Qusyairi (376 H – 465 H), Syaikh al-Islam
Sultan al-Aulia Abdul Qadir al-Jilani (470 – 561 H), Hujjatul Islam Abu Hamid
al-Gajali (450 H – 505 H), Ibnu Atoilah as-Sakanda]Ajaran tasawuf Akhlaqi menurut Hasan
Al-Bashri:
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari segi linguistik tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela
berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana. Sikap yang demikian
itu pada hakikatnya adalah akhlak mulia yang mampu membentuk seseorang ke
tingkat yang mulia. Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin
dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan Ruhnya dapat
bersatu dengan Ruh Tuhan. Al-Ghazali mengatakan bahwa tasawuf itu adalah
tuntunan yang dapat menyampaikan manusia mengenal dengan sebenar-benarnya
kepada Allah Swt. Tasawuf diciptakan sebagai media untuk mencapai maqashid
al-Syar’i (tujuan-tujuan syara’). Karena bertasawuf itu pada hakikatnya
melakukan serangkaian ibadah seperti salat, puasa, zakat, haji, dan lain
sebagainya, yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Selain itu,
tasawuf juga mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut:
- Berupaya menyelamatkan diri dari akidah-akidah syirik dan batil
- Melepaskan diri (takhalli) dari penyakit-penyakit kalbu.
- Menghiasi diri (tahalli) dengan akhlak Islam yang mulia.
- Mencapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli)
DAFTAR PUSTAKA
M. Solihin & Rosihan anwar. 2008. Ilmu tasawuf. Bandung:
pustaka setia
Ibrahim Hilal, at-Tashawwuf al-Islami
Anwar ,Rosihan.Solihin, Mukhtar. 2006.Ilmu Tasawuf.Bandung:CV
PUSTAKA SETIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
gunakan bahasa yang sopan..