Makalah
BERBAGAI MACAM PUASA SUNAH
Di Presentasikan Dalam Diskusi Kelas
Mata Kuliah
FIQIH
Dosen Pembimbing
Hamdan Ladiku
Di
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK 8
1. Merlin Dai
2. Sukiman
Demanto
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN AMAI GORONTALO
FAKULTAS USHULUDIN DAN DAKWAH
JURUSAN KEMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
(KPI)
2015
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur
kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa sebagai pencipta atas segala
kehidupan yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Berbagai Macam Puasa Sunah” tepat pada
waktunya.
Dalam
kesempatan ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.Semoga Tuhan senantiasa
membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Kami
menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar …………………………………………………2
Daftar Isi
………………………………………………………3
PENDAHULUAN
A. Latar belakang …………………………………………4
B. Rumusan masalah ……………………………………...4
C. Tujuan pembahasan …………………………………...4
PEMBAHASAN
A. Pengertian puasa sunah………………………………..5
B. Pahala dan
keutamaan berpuasa……………………….5
C. Macam-macam
puasa sunnah…………………………7
D. Ketentuan
dalam melakukan puasa sunnah…………...9
E. Hari-hari
diharamkan untuk berpuasa…………………10
PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………....11
B. Saran ………………………………………………......13
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………14
A.
Latar Belakang
Puasa dalam bahasa Arab di istilahakan dengan “shaum” atau “shiyam”.Secara terminology “shaum”
atau “shiyam” Itu berarti “al- imsak”yaitu menahan dari apa saja.
Ibnu Mandzur memberikan penjabaran untuk maksud “menahan diri” yaitu
meninggalkan makan, minum, hubungan
suami isti, dan berbicara. Sedangkan puasa secara syar’i adalah “ Menahan diri
dari makan, minum, hubungan suami istri dan apa saja yang bisa membatalkannya,
mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan mengharap ridha Allah
SWT.
Di dalam syariat islam puasa digolongkan menjadi dua yaiti
puasa wajib dan sunnah, puasa wajib merupakan
salah satu dari rukun islam,
yaitu puasa Ramadhan,
Selain puasa wajib ada juga puasa sunnah yang diperintahkan Rasullah seperti
puasa 6 hari pada bulan syawwal, puasa
pada hari senin dan kamis, puasa ‘arafah,dan Puasa Asyura’ masih banyak lagi.
B.
Rumusan Masalah
a.
Pengertian Puasa Sunah ?
b.
Macam-Macam Puasa Sunah ?
c.
Manfaat Puasa Sunah ?
C.
Tujuan Pembahasan
a.
Untuk Memahami Pengertian dari Puasa Sunah !
b.
Untuk Mengetahui Macam-Macam Puasa Sunah !
c.
Untuk Mengetahui Manfaat dari Puasa
Sunah !
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Puasa Sunah
Puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan
wajib. Selain itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang
menjadi wali Allah yang terdepan (as saabiqun al muqorrobun). Lewat
amalan sunnah inilah seseorang akan mudah mendapatkan cinta Allah. Sebagaimana
disebutkan dalam hadits qudsi,
وَمَا
يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا
أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى
يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى
بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى
لأُعِيذَنَّهُ
“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan
diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku
telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia
gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan
untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang,
memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon
sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan,
pasti Aku akan melindunginya“
B. Pahala
dan Keutamaan Berpuasa.
Puasa merupakan salah satu amalan yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa
ta’ala yang mana Allah menjanjikan keutamaan dan manfaat yang besar bagi yang
mengamalkannya,
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إلا الصِيَامَ. فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ. فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَصْخَبْ وَلا يَجْهَلْ. فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ – مَرَّتَيْنِ – وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ. لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ رِيْحِ المِسْك. وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ. وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata-kata keji, dan janganlah berteriak-teriak, dan janganlah berperilaku dengan perilakunya orang-orang jahil, apabila seseorang mencelanya atau menzaliminya maka hendaknya ia mengatakan: Sesungguhnya saya sedang berpuasa (dua kali), demi Yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari wangi kesturi, dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang ia berbahagia dengan keduanya, yakni ketika ia berbuka ia berbahagia dengan buka puasanya dan ketika berjumpa dengan Rabbnya ia berbahagia dengan puasanya.” (HR Bukhari, Muslim dan yang lainnya).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إلا الصِيَامَ. فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ. فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَصْخَبْ وَلا يَجْهَلْ. فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ – مَرَّتَيْنِ – وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ. لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ رِيْحِ المِسْك. وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ. وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata-kata keji, dan janganlah berteriak-teriak, dan janganlah berperilaku dengan perilakunya orang-orang jahil, apabila seseorang mencelanya atau menzaliminya maka hendaknya ia mengatakan: Sesungguhnya saya sedang berpuasa (dua kali), demi Yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari wangi kesturi, dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang ia berbahagia dengan keduanya, yakni ketika ia berbuka ia berbahagia dengan buka puasanya dan ketika berjumpa dengan Rabbnya ia berbahagia dengan puasanya.” (HR Bukhari, Muslim dan yang lainnya).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لا يَصُوْمُ عَبْدٌ يَوْمًا فِي
سَبِيْلِ الله. إلا بَاعَدَ اللهُ، بِذَلِكَ اليَوْمِ،
وَجْهَهُ عَنِ النَارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفاً
“Tidaklah seorang hamba berpuasa
satu hari di jalan Allah kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka
(dengan puasa itu) sejauh 70 tahun jarak perjalanan.”(HR. Bukhari Muslim dan
yang lainnya).
Sebagaimana jenis ibadah lainnya maka puasa haruslah didasari niat yang benar yakni beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata-mata serta dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Secara Syar’i makna puasa adalah “menahan diri dari makan, minum dan jima’ serta segala sesuatu yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari dengan niat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala” ,
Maka jika seseorang menahan diri dari makan dan minum tidak sebagaimana pengertian di atas atau menyelisihi dari apa yang menjadi tuntunan Rasulullah saw. maka tentu saja ini merupakan hal yang menyimpang dari syariat, termasuk perbuatan yang sia-sia dan bahkan bisa jadi mendatangkan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala,
Penyimpangan yang bisa terjadi dalam berpuasa diantaranya:
Sebagaimana jenis ibadah lainnya maka puasa haruslah didasari niat yang benar yakni beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata-mata serta dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Secara Syar’i makna puasa adalah “menahan diri dari makan, minum dan jima’ serta segala sesuatu yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari dengan niat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala” ,
Maka jika seseorang menahan diri dari makan dan minum tidak sebagaimana pengertian di atas atau menyelisihi dari apa yang menjadi tuntunan Rasulullah saw. maka tentu saja ini merupakan hal yang menyimpang dari syariat, termasuk perbuatan yang sia-sia dan bahkan bisa jadi mendatangkan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala,
Penyimpangan yang bisa terjadi dalam berpuasa diantaranya:
a.
Berpuasa tidak dalam rangka
beribadah kepada Allah.
Semisal seseorang yang berpuasa
karena hendak mendapatkan bantuan dari jin/syaitan berupa sihir atau yang
lainnya, atau bernadzar puasa kepada selain Allah, maka perbuatan ini
termasuk kesyirikan yang besar karena memalingkan ibadah kepada selain Allah
subhanahu wa ta’ala. Adapun seseorang yang berpuasa semata-mata karena alasan
kesehatan, walaupun hal ini boleh-boleh saja akan tetapi ia keluar dari
pengertian puasa yang syar’i sehingga tidaklah ia termasuk orang yang
mendapatkan keutamaan puasa sebagaimana yang dijanjikan Allah subhanahu wa
ta’ala.
b.
Menyelisihi tata cara Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam, diantaranya:
Mengkhususkan tata cara tertentu
yang tidak dituntunkan oleh Nabi saw., semisal puasa mutih (menyengaja
menghindari makan daging atau yang lainnya), puasa sehari semalam tanpa tidur
atau tanpa berbicara dengan menganggap hal ini memiliki keutamaan dan yang
lainnya.
Mengkhususkan waktu tertentu yang tidak dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semisal mengkhususkan puasa pada hari atau bulan tertentu tanpa dalil dari al-Qur’an dan sunnah, ataupun mengkhususkan jumlah hari yang tidak dikhususkan dalam syariat.
Maka seyogyanya kaum muslimin menahan diri dari beribadah tanda dasar ilmu atau tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Mengkhususkan waktu tertentu yang tidak dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semisal mengkhususkan puasa pada hari atau bulan tertentu tanpa dalil dari al-Qur’an dan sunnah, ataupun mengkhususkan jumlah hari yang tidak dikhususkan dalam syariat.
Maka seyogyanya kaum muslimin menahan diri dari beribadah tanda dasar ilmu atau tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang melakukan suatu
amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka tertolak.” (HR. Muslim).
Maka berikut ini adalah beberapa
jenis puasa yang dianjurkan di dalam Islam di luar puasa yang wajib (Puasa
Ramadhan) berdasarkan dalil-dalil yang syar’i, semoga kita diberi kemudahan
untuk mengamalkannya berdasarkan ilmu dan terhindar dari perkara-perkara yang
menyelisihi syariat Allah subhanahu wa ta’ala sehingga kita dapat memperoleh
berbagai keutamaan dari apa-apa yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala.
C. Macam-macam
Puasa Sunnah
a.
Hari Senin
dan Kamis
Abu Hurairah ra berkata :
Rasulullah saw bersabda: Amal perbuatan itu diperiksa tiap hari Senin dan
Kamis, maka saya suka diperiksa amalku sedang saya puasa. (Tirmidzy).
Rasulullah saw ditanya dari hal puasa hari senin, beliau bersabda : “Hari itu adalah hari di mana aku dilahirkan, dan di mana aku dijadikan Rasul dan diturunkannya padaku wahyu”. (H.R. Muslim).
Rasulullah saw ditanya dari hal puasa hari senin, beliau bersabda : “Hari itu adalah hari di mana aku dilahirkan, dan di mana aku dijadikan Rasul dan diturunkannya padaku wahyu”. (H.R. Muslim).
b.
Hari
Arafah ; yaitu tanggal 9 Dzul Hiiiah,
bagi orang yang tidak mengerjakan
Haji.
Dari Abu Qatadah Al-Anshary ra : Bahwasanya Rasulullah saw pemah ditanya dari hal puasa Arafah, beliau bersabda ; “Puasa itu menghapus dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang”. Dan beliau ditanya dari hal puasa Asyura, beliau bersabda : “Menghapus dosa tahun yang lalu”. Dan beliau ditanya lagi dari hal puasa Senin, beliau bersabda : “Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan, dan dimana aku dijadikan Rasul dan diturunkannya padaku wahyu”. (H.R. Muslim).
Dari Abu Qatadah Al-Anshary ra : Bahwasanya Rasulullah saw pemah ditanya dari hal puasa Arafah, beliau bersabda ; “Puasa itu menghapus dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang”. Dan beliau ditanya dari hal puasa Asyura, beliau bersabda : “Menghapus dosa tahun yang lalu”. Dan beliau ditanya lagi dari hal puasa Senin, beliau bersabda : “Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan, dan dimana aku dijadikan Rasul dan diturunkannya padaku wahyu”. (H.R. Muslim).
c.
Bulan
Sya’ban
Dari Usamah bin Zaid ra, dia
berkata: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa
dalam suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan Sya’ban.”
Maka beliau bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan
Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada
rabbul ‘alamin.Dan saya menyukai amal saya diangkat, sedangkan saya dalam
keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’i).
Dari ‘Aisyah ra berkata: “Adalah Rasulullah saw berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa.Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan.Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Dari ‘Aisyah ra berkata: “Adalah Rasulullah saw berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa.Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan.Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
d.
Hari
Tasu’a, 9 Muharram
Ibnu
Abbas RA menyebutkan, Rasulullah SAW melakukan puasa Asyura dan beliau
memerintahkan para sahabat untuk berpuasa.Para sahabat berkata, “Ini adalah hari
yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Tahun
depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharam.”
Namun, pada tahun berikutnya Rasulullah telah wafat. (HR Muslim, Abu Daud).
Berdasar
pada hadis ini, disunahkan bagi umat Islam untuk juga berpuasa pada tanggal
sembilan Muharam. Sebagian ulama mengatakan, sebaiknya puasa selama tiga hari:
9, 10, 11 Muharam.EHari Asyura, 10
Muharram
Aisyah ra pernah ditanya tentang puasa Asyura, ia menjawab, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari ke sepuluh Muharam.” (HR Muslim).
Aisyah ra pernah ditanya tentang puasa Asyura, ia menjawab, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari ke sepuluh Muharam.” (HR Muslim).
Dari Abu Qatadah Al-Anshary ra :
Bahwasanya Rasulullah saw pemah ditanya dari hal puasa Arafah,
beliau bersabda ; “Puasa itu menghapus dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan
datang”. Dan beliau ditanya dari hal puasa Asyura, beliau bersabda :
“Menghapus dosa tahun yang lalu”. Dan beliau ditanya lagi dari hal puasa Senin,
beliau bersabda : “Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan, dan dimana aku
dijadikan Rasul dan diturunkannya padaku wahyu”. (H.R. Muslim).
Dari
Ibnu Abbas RA, ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau melihat
orang-orang Yahudi berpuasa.Rasulullah SAW bertanya, “Hari apa ini?Mengapa
kalian berpuasa?”Mereka menjawab, “Ini hari yang agung, hari ketika Allah
menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun.Maka Musa berpuasa
sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa.”Rasulullah SAW bersabda, “Kami
orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati Nabi Musa daripada
kalian.”(HR. Abu Daud).
e.
Tanggal 9,
10, 11 Muharam.
Ibnu Abbas r.a. berkata,
Rasulullah saw. bersabda, “Puasalah pada hari Asyura dan berbedalah dengan
orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum Asyura dan sehari sesudahnya.” (HR
Ahmad).
f.
Tiga hari
pada tiap-tiap bulan
Dari Abu Dzar ra., ia berkata :
Rasulullah saw menyuruh kami berpuasa tiga hari dalam sebulan ; tanggal 13, 14,
dan 15″. (Diriwayatkan oleh Nasa’i, Tirmidzi dan disahkan oleh Ibnu Hibban).
g.
Enam hari
pada bulan Syawal Sesudah Hari Raya Idul fitri.
Dari Abi Ayyub Al-Anshari
ra.bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa yang berpuasa
Ramadlan, kemudian diikutinya puasa itu dengan puasa enam hari pada bulan
Syawal, maka pahalanya akan sama dengan puasa satu tahun”. (HR. Muslim).
h.
Puasa Nabi
Dawud,
puasa selang-seling ( sehari puasa
diikuti sehari tidak puasa dst)
Rasulullah saw bersabda, “Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud.Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya.Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.”(HR. Bukhari Muslim).
Rasulullah saw bersabda, “Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud.Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya.Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.”(HR. Bukhari Muslim).
i.
Bulan Muharam.
“Sebaik-baik puasa setelah puasa
ramadhan adalah puasa di bulan muharam, dan sebaik-baik shalat setelah shalat
fardhu adalah shalat malam”. (HR. Muslim, Abu Daud, Tarmizi, dan Nasa’ )
j.
Bulan-Bulan Haram
Bulan-bulan Haram itu adalah Dzul-Qaedah,
Dzul-Hijjah, Muharram dan Rajab.
“Puasalah pada bulan-bulan haram.” [Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad]
Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda: “Setahun ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga darinya berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab”.(HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
“Puasalah pada bulan-bulan haram.” [Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad]
Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda: “Setahun ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga darinya berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab”.(HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
k. Sembilan Hari
Pertama Dzulhijah.
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah saw
bersabda, “Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi
amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul
Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi saw
menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad
dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud,
At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Hafsah r.a. menceritakan; “Empat amalan yang tidak ditinggalkan Rasulullah s.a.w. iaitu; puasa ‘Asyura, puasa al-‘asyr, puasa tiga hari pada setiap bulan dan solat dua rakaat sebelum subuh”. (Riwayat Imam Abu Daud dan an-Nasai)
Menurut ulama hadits, yang dimaksud puasa al-‘asyr dalam hadis di atas ialah hari pertama Zulhijjah hingga hari ke sembilannya.
Hafsah r.a. menceritakan; “Empat amalan yang tidak ditinggalkan Rasulullah s.a.w. iaitu; puasa ‘Asyura, puasa al-‘asyr, puasa tiga hari pada setiap bulan dan solat dua rakaat sebelum subuh”. (Riwayat Imam Abu Daud dan an-Nasai)
Menurut ulama hadits, yang dimaksud puasa al-‘asyr dalam hadis di atas ialah hari pertama Zulhijjah hingga hari ke sembilannya.
D. Ketentuan
dalam Melakukan Puasa Sunnah.
1.
Boleh berniat puasa sunnah setelah
terbit fajar jika belum makan, minum dan
selama tidak melakukan hal-hal
yang membatalkan puasa. Berbeda
dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar. Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-
ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا
صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ
لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ.
“Pada suatu hari, Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, "Apakah kamu mempunyai
makanan?"Kami menjawab, "Tidak ada."Beliau berkata, "Kalau
begitu, saya akan berpuasa." Kemudian beliau datang lagi pada hari yang
lain dan kami berkata, "Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah
berupa Hais (makanan yang terbuat
dari kura, samin dan keju)." Maka beliau pun berkata, "Bawalah
kemari, sesungguhnya dari tadi pagi
tadi aku berpuasa.".
An Nawawi memberi judul dalam Shahih
Muslim, “Bab: Bolehnya melakukan puasa sunnah dengan niat di siang
hari sebelum waktu zawal (bergesernya matahari ke barat) dan bolehnya
membatalkan puasa sunnah meskipun tanpa udzur. ”
2.
Boleh menyempurnakan atau
membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits
‘Aisyah diatas. Puasa sunnah
merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika
ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat
Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya.Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam
Asy Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa
tersebut.
3.
Ijin suami. Seorang istri tidak
boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya
bersamanya kecuali dengan seizin
suaminya. Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لاَ
تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa
sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.”.
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
“Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat
dengan waktu tertentu.Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah
larangan haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama Syafi’iyah.Sebab
pengharaman tersebut karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan
istrinya setiap harinya.Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh
istri.Dan tidak bisa hak tersebut terhalang dipenuhi gara-gara si istri
melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang sebenarnya bisa diakhirkan.”Beliau
rahimahullah menjelaskan pula, “Adapun jika si suami bersafar, maka si istri
boleh berpuasa.Karena ketika suami tidak ada di sisi istri, ia tidak mungkin
bisa bersenang-senang dengannya.”
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ
ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci Engkau ya
Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan
Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
E. Hari-hari
diharamkan untuk berpuasa
l.
Hari Raya’Idul Fithri, 1 Syawal.
Dari Abi Sa’id Al-Khudlriyyi ra.:
Bahwasanya Rasulullah saw. telah melarang puasa pada dua hari : hari Idul
Fithri dan hari Idul Adha (Muttafaq’alaih)
2. Hari raya Idul Adha ; 10 Dzul Hijjah.
Lihat dalil di atas.
Lihat dalil di atas.
3. Hari Tasyriq ; 11, 12 dan 13 Dzul Hijjah.
Dari Nubaitsah Al-Hudzali ra.ia
berkata : Rasulullah saw bersabda : “Hari-hari tasyriq itu adalah hari makan
dan minum, dan hari dzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla”. (HR. Muslim).
Dari dalil
hari-hari haram berpuasa ini , maka jelaslah bahwa kita diperbolehkan puasa
kapan saja (dengan memperhatikan hari/hal-hal yang dimakruhkan), kecuali pada
hari-hari yang diharamkan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Pengertian Puasa
Sunah
Puasa sunnah adalah amalan yang dapat
melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa sunnah dapat
meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan (as
saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah
mendapatkan cinta Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi,
b.Pahala dan Keutamaan Berpuasa.
Puasa
merupakan salah satu amalan yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala yang
mana Allah menjanjikan keutamaan dan manfaat yang besar bagi yang mengamalkannya,
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إلا الصِيَامَ. فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ. فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَصْخَبْ وَلا يَجْهَلْ. فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ – مَرَّتَيْنِ – وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ. لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ رِيْحِ المِسْك. وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ. وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata-kata keji, dan janganlah berteriak-teriak, dan janganlah berperilaku dengan perilakunya orang-orang jahil, apabila seseorang mencelanya atau menzaliminya maka hendaknya ia mengatakan: Sesungguhnya saya sedang berpuasa (dua kali), demi Yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari wangi kesturi, dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang ia berbahagia dengan keduanya, yakni ketika ia berbuka ia berbahagia dengan buka puasanya dan ketika berjumpa dengan Rabbnya ia berbahagia dengan puasanya.” (HR Bukhari, Muslim dan yang lainnya).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إلا الصِيَامَ. فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ. فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَصْخَبْ وَلا يَجْهَلْ. فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ – مَرَّتَيْنِ – وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ. لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ رِيْحِ المِسْك. وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ. وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata-kata keji, dan janganlah berteriak-teriak, dan janganlah berperilaku dengan perilakunya orang-orang jahil, apabila seseorang mencelanya atau menzaliminya maka hendaknya ia mengatakan: Sesungguhnya saya sedang berpuasa (dua kali), demi Yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari wangi kesturi, dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang ia berbahagia dengan keduanya, yakni ketika ia berbuka ia berbahagia dengan buka puasanya dan ketika berjumpa dengan Rabbnya ia berbahagia dengan puasanya.” (HR Bukhari, Muslim dan yang lainnya).
c.
Macam-macam Puasa Sunnah
a.
Hari Senin
dan Kamis
b.
Hari
Arafah ; yaitu tanggal 9 Dzul Hiiiah,
c.
Bulan
Sya’ban
d.
Hari
Tasu’a, 9 Muharram
e.
Tanggal 9,
10, 11 Muharam.
f.
Tiga hari
pada tiap-tiap bulan
g.
Enam hari
pada bulan Syawal Sesudah Hari Raya Idul fitri.
h.
Puasa Nabi
Dawud,
i.
Bulan-Bulan Haram
j.
Sembilan Hari Pertama Dzulhijah.
d. Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah.
1.
Boleh berniat puasa sunnah setelah
terbit fajar jika belum makan, minum dan
selama tidak melakukan hal-hal
yang membatalkan puasa. Berbeda
dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar. Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-
ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا
صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ
لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ.
“Pada suatu hari, Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, "Apakah kamu mempunyai
makanan?"Kami menjawab, "Tidak ada."Beliau berkata, "Kalau
begitu, saya akan berpuasa." Kemudian beliau datang lagi pada hari yang
lain dan kami berkata, "Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah
berupa Hais (makanan yang terbuat
dari kura, samin dan keju)." Maka beliau pun berkata, "Bawalah
kemari, sesungguhnya dari tadi pagi
tadi aku berpuasa.".
An Nawawi memberi judul dalam Shahih
Muslim, “Bab: Bolehnya melakukan puasa sunnah dengan niat di siang
hari sebelum waktu zawal (bergesernya matahari ke barat) dan bolehnya
membatalkan puasa sunnah meskipun tanpa udzur. ”
2.
Boleh menyempurnakan atau
membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits
‘Aisyah diatas. Puasa sunnah
merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika
ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat
Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya.Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam
Asy Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa
tersebut.
3.
Ijin suami. Seorang istri tidak
boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya
bersamanya kecuali dengan seizin
suaminya. Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لاَ
تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa
sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.”.
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
“Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat
dengan waktu tertentu.Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah
larangan haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama Syafi’iyah.Sebab
pengharaman tersebut karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan
istrinya setiap harinya.Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh
istri.Dan tidak bisa hak tersebut terhalang dipenuhi gara-gara si istri
melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang sebenarnya bisa diakhirkan.”Beliau
rahimahullah menjelaskan pula, “Adapun jika si suami bersafar, maka si istri
boleh berpuasa.Karena ketika suami tidak ada di sisi istri, ia tidak mungkin
bisa bersenang-senang dengannya.”
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ
ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci Engkau ya
Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan
Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
e.
Hari-hari diharamkan untuk berpuasa
1. Hari Raya’Idul Fithri, 1 Syawal.
2. Hari raya Idul Adha ; 10 Dzul Hijjah.
3. Hari Tasyriq ; 11, 12 dan 13 Dzul Hijjah.
B. Saran
Makalah ini dibuat agar mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami tentang berbagai macam puasa sunah.
Selain itu dengan adanya makalah ini diharapkan agar
pembaca dapat belajar dan menjadikannya makalah ini sebagai pedoman dan bekal
dalam puasa sunah itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber:
Fikih Sunnah jilid 3, hal. , Sayyid Sabiq, Penerbit: P.T. Al-Ma'arif - Bandung.
www.faisalchoir.blogspot.com
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/puasa-sunnah.html
Fikih Sunnah jilid 3, hal. , Sayyid Sabiq, Penerbit: P.T. Al-Ma'arif - Bandung.
www.faisalchoir.blogspot.com
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/puasa-sunnah.html
***
[1]. (HR. Bukhari no. 2506).
[1]. (HR. Bukhari no. 2506).
[2]. (HR. Muslim no. 1154)
[3]. (HR. Bukhari no. 5192 dan
Muslim no. 1026)
Terimakasih. Materinya bagus.
BalasHapussama-sama
Hapus